East Timor and Indonesia Action Network (ETAN), organisasi pemantau
kasus Timor Leste dan Indonesia yang berkantor di New York, Amerika
Serikat, mencerca kebijakan Presiden Joko Widodo memilih Ryamizard
Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan. Koordinator ETAN, John M. Miller,
menilai Jokowi tidak serius dengan janjinya menegakkan hak asasi manusia
atau menjangkau Papua Barat.

Baca juga: Unggah gambar Facebook hina Presiden Jokowi, tukang sate ditahan dan FSP BUMN Bersatu: Kabinet Jokowi kerja tanpa target yang jelas
ETAN
yang mengecewakan putusan itu, mengingatkan Jokowi selama kampanye
Pilpres menyambut positif upaya penegakkan keadilan bagi pelanggaran HAM
di masa lalu. Jokowi berjanji akan membuat dialog dengan Papua Barat.
Rilis
ETAN juga menyajikan kutipan perbincangan Ryamizard dengan majalah
Time. Ryamizard dalam wawancara itu, mengaku mengawasi pelaksanaan
darurat militer di Aceh pada Mei 2003 yang menewaskan ratusan nyawa.
“Tugas
kami adalah untuk menghancurkan kemampuan militer GAM (Gerakan Aceh
Merdeka). Isu keadilan, agama, otonomi, kesejahteraan sosial, dan
pendidikan bukanlah urusan militer Indonesia,” kata Ryamizard dalam
wawancaranya.
ETAN bahkan seperti lebih menyudutkan lagi dengan
menampilkan kutipan wawancara, seperti ini; “Pasukan saya mengeksekusi
anak-anak yang tidak bersenjata. Jika mereka bersenjata, mereka akan
ditembak karena anak-anak dan wanita juga bisa membunuh”.
Miller
menyebut, dipilihnya Ryamizard ini sama saja dengan memutuskan hubungan
masa lalu atas pelanggaran HAM. “Kurangnya akuntabilitas untuk masa lalu
dan pelanggaran HAM yang berlangsung dapat mengancam kemajuan
masyarakat dalam jangka panjang,” kata Miller. @duta/licom