Rabu, 29 Oktober 2014

Dianggap putus pelanggaran HAM masa lalu ETAN AS kecewa Jokowi pilih Ryamizard jadi Menhan

East Timor and Indonesia Action Network (ETAN), organisasi pemantau kasus Timor Leste dan Indonesia yang berkantor di New York, Amerika Serikat, mencerca kebijakan Presiden Joko Widodo memilih Ryamizard Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan. Koordinator ETAN, John M. Miller, menilai Jokowi tidak serius dengan janjinya menegakkan hak asasi manusia atau menjangkau Papua Barat.
ETAN AS kecewa Jokowi pilih Ryamizard jadi Menhan - Dianggap putus pelanggaran HAM masa lalu - Presiden Jokowi mengaku dengan pertimbangan mendalam dan penuh hati-hati memilih menteri "Kabinet Kerja, tentu termasuk menetapkan Jenderal (Pusn) Ryamizard sebagai menteri Pertahanan. Tapi dikritik organisasi ETAN yang berkantor di New York.“Dia (Jenderal Purn. Ryamizard) adalah warisan masa lalu dengan riwayat pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan tentara, mengancam pengkritik HAM, dan mencampuri urusan sipil,” kata Miller dalam rilis persnya sebagai dilasir tempo, (27/10/14).

ETAN yang mengecewakan putusan itu, mengingatkan Jokowi selama kampanye Pilpres menyambut positif upaya penegakkan keadilan bagi pelanggaran HAM di masa lalu. Jokowi berjanji akan membuat dialog dengan Papua Barat.

Rilis ETAN juga menyajikan kutipan perbincangan Ryamizard dengan majalah Time. Ryamizard dalam wawancara itu, mengaku mengawasi pelaksanaan darurat militer di Aceh pada Mei 2003 yang menewaskan ratusan nyawa.
“Tugas kami adalah untuk menghancurkan kemampuan militer GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Isu keadilan, agama, otonomi, kesejahteraan sosial, dan pendidikan bukanlah urusan militer Indonesia,” kata Ryamizard dalam wawancaranya.

ETAN bahkan seperti lebih menyudutkan lagi dengan menampilkan kutipan wawancara, seperti ini; “Pasukan saya mengeksekusi anak-anak yang tidak bersenjata. Jika mereka bersenjata, mereka akan ditembak karena anak-anak dan wanita juga bisa membunuh”.

Miller menyebut, dipilihnya Ryamizard ini sama saja dengan memutuskan hubungan masa lalu atas pelanggaran HAM. “Kurangnya akuntabilitas untuk masa lalu dan pelanggaran HAM yang berlangsung dapat mengancam kemajuan masyarakat dalam jangka panjang,” kata Miller. @duta/licom

Jumat, 24 Oktober 2014

Dua Jurnalis Asing Didakwa Terlibat Perjuangan OPM

Dua Jurnalis Perancis Marie-Valentine Louise Bourrat dan Thomas Charlie Dandois, ketika disidang di Kantor PN Jayapura, Senin (20/10). JAYAPURA – Dua Jurnalis Perancis masing-masing Marie-Valentine Louise Bourrat (29) dan Thomas Charlie Dandois (40) didakwa terlibat perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal itu terungkap, dalam sidang di Pengadilan Negeri  Klas I A Jayapura, Senin (20/10). Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Martinus  Bala, S.H., didampingi  Anggota Majelis Hakim Maria Sitanggang, S.H., M.H., dan Irianto P.U, S.H., M.Hum.
Dalam Surat Dakwaan, JPU Sukanda, S.H., M.H., mengatakan, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 122 huruf a UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara 5 tahun dan dikenakan denda kumulatif, yakni setiap  orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tak sesuai dengan maksud izin tinggal yang diberikan kepadanya, baik orang yang  melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut-serta melakukan.

Pasalnya, para terdakwa datang ke Papua menggunakan visa kunjungan wisata, tapi ternyata melakukan kegiatan jurnalistik, antara lain mewawancarai Presiden Demokrat West Papua Forkorus Yoboisembut di Doyo, Kabupaten Jayapura pada Senin (4/8). Kemudian bertemu tokoh OPM Areki Wanimbo di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada Kamis (7/10) sekaligus berencana melakukan kegiatan jurnalistik di Kabupaten Lanny Jaya mengikuti Lembah Baliem.     
 
Ia mengatakan, para terdakwa menyadari atau mengetahui untuk melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia dilarang menggunakan visa kunjungan wisata, tapi mesti menggunakan izin jurnalis setelah mendapat Clearing House (CH) dari Kementerian Luar Negeri.
 
Menurut Sukanda, kedua terdakwa mengaku melakukan kegiatan jurnalistik di Papua untuk mengetahui mengapa OPM selalu berseberangan dengan pemerintah Indonesia dalam perspektif sosial, budaya, adat-istiadat dan sejarah. Hasil kegiatan jurnalistik pada terdakwa nantinya dibuat film dokumenter dan disiarkan pada salah-satu TV di Perancis.
 
“Kami memiliki barang bukti yakni audio visual termasuk laptop dan ponsel yang berisi gambar dan wawancara para terdakwa dengan tokoh OPM,” tukasnya.
 
Sementara itu, Penasehat Hukum para terdakwa Aristo MA Pangaribuan, S.H., dalam eksepsinya menuturkan pihaknya memohon Majelis Hakim menolak surat dakwaan yang disampaikan JPU, karena batal demi hukum. Pasalnya, surat dakwaan kabur, tak jelas dan tak menjelaskan maksud dari jurnalistik.
 
“Kami minta kedua terdakwa segera dideportasi ke negaranya,”  tegas Aristo MA Pangaribuan.
Sidang dilanjutkan pada Selasa (21/10) dengan agenda jawaban JPU terhadap esepsi para  terdakwa. Dikatakan Sukanda, para terdakwa ditangkap aparat kepolisian pada 7 Agustus 2014 di Wamena. Sebelumnya terdakwa Marie-Valentine Louise Bourrat bersama-sama dengan Thomas Charlie Dandois pada Senin (4/8) di Doyo, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tak sesuai dengan maksud izin tinggal yang diberikan kepadanya, baik orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut-serta melakukan.
 
Adapun perbuatan tersebut para terdakwa lakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut.
Awalnya, terdakwa Marie-Valentine Louise Bourrat dan Thomas Charlie Dandois mendapat  informasi dari Nick Cherterfield warga negara Australia pengelola Media Papua Alert di Australia tentang situasi Papua, dan terdakwa Marie-Valentine Louise Bourrat sering melakukan Email. Selanjutnya terdakwa Marie-Valentine Louise Bourrat datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta Jakarta pada 3 Juli 2014 dengan menggunakan Paspor Republique Francaise No. 09FD72946, masa berlaku 16-07-2009 hingga 15-07-2019 dan Izin Keimigrasian visa kunjungan wisata indeks B.211 No.Register GA1231B-761 DN  yang dikeluarkan KBRI Paris pada 27 Juni 2014 berlaku selama 90 hari. Dan terdakwa Thomas Charlie Dandois datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta Jakarta pada 28 Juli 2014 dengan menggunakan Paspor Republique Francaise No. 14CPB8231 masa berlaku 07-07-2014 hingga 05-05-2020 dan Izin Keimigrasian visa kunjungan saat kedatangan/Visa on Arrival Kode Voucher VSA 7432412 yang berlaku selama 30 hari. Selanjutnya para terdakwa bertemu di Sorong, Papua Barat. Lalu  pada 3 Agustus 2014 para terdakwa ke Jayapura menginap di Swissbelt Hotel. (mdc/don/l03)
 

Stop Tebang Kayu Sowang

JAYAPURA-Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Yan Ormuseray menegaskan agar masyarakat tidak lagi melakukan penebangan kayu Sowang. Pasalnya kayu tersebut, kini sudah langka dan sulit ditemukan. Bahkan peneliti dari kebun raya New South Wales menginformasikan bahwa Sowang merupakan tumbuhan endemik pulau Papua dan Papua New Guinea bagian Barat dengan data ilmiah yang sangat terbatas.
   


 “Harus kami ingatkan lagi sebab saat ini masih ada oknum masyarakat yang tebang pohon di kawasan penyangga dan mengambil kayu soang di cagar alam Cycloop, padahal ini berdampak besar terhadap sehidupan masyarakat di kota dan sekitarnya,”kata Ormuseray di sela-sela pelatihan di Kampung Tobati, Distrik Jayapura Selatan, Kamis (23/10).
     
Diakui, dampak dari pembangunan membuat banyak lahan hutan tergerus dan mengurangi daerah kawasan hutan, namun tidak harus merusak hutan.
 
Ormuseray mencontohkan, pembangunan jalan arteri yang mau tidak mau mengambil bentangan yang mencapai ratusan meter dari garis tengah di mana sama artinya ada sejumlah pohon sepanjang jalan tersebut yang ikut ditebang. Kualitas kayu Sowang masuk dalam kategori kayu yang tahan terhadap penggerek kayu di laut. Secara komersial, kayu Sowang diperjualbelikan dalam bentuk kayu teras serta dalam bentuk arang.
    
 Daerah habitat tumbuhan kayu  Sowang di Jayapura adalah pegunungan Cycloop, tapi Sowang tumbuh tidak merata di pegunungan Cycloop melainkan hanya tumbuh di sisi Barat, Selatan sampai Timur pegunungan Cycloop.
     
Dulunya menurut Ormuseray, kayu jenis ini masih banyak ditemukan namun seiring kebutuhan pembangunan tak sedikit kayu tersebut ditebang meski masih muda. Kayu Sowang saat ini lebih banyak dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat mulai kegiatan ritual, pembuatan senjata tradisional, perkakas rumah, tiang pagar, tiang rumah, termasuk kayu bakar dalam bentuk arang. Bagi nelayan yang bertempat tinggal di tepi pantai, kayu Sowang digunakan sebagai tiang-tiang penyangga rumah.  “Harus kami akui lahan kritis di Papua terus bertambah akibat pembukaan lahan dan banyak juga kayu Sowang yang ditebang khususnya di daerah Angkasa.
  
Dirinya berpendapat bahwa dampak pembangunan mau tidak mau akan mempengaruhi pada suhu atau cuaca dan cara yang paling tepat adalah mengembalikan kondisi ini normal melalui penanaman. Pegunungan Cycloop sejak tahun 1987 ditetapkan sebagai cagar alam dengan 22.500 ha dengan habitat tumbuhan Sowang berada di dataran rendah dengan ketinggian 15 – 450 m dpl, oleh karena itu, tumbuhan Sowang banyak dijumpai pada kaki pegunungan Cycloop, atau daerah yang tidak termasuk wilayah cagar alam.
     
Habitat Sowang ini kemudian menyusut luasannya karena konversi lahan dan eksploitasi hasil hutan, selebihnya masih dalam bentuk hutan adat yang dikuasai oleh masyarakat suku setempat. (ade/tho)

http://www.cenderawasihpos.com/

Selasa, 14 Oktober 2014

AKSI BISU KNPB PUSAT POLISI MEMBUBARKAN DAN MENANGKAP SECARA PAKSA DI ANTARANYA 4 PEREMPUAN DAN WAKIL PARLEMAN NASIONAL HANIM-HA.

  
Jayapura port Numbay 13 oktober 2014, Aksi yang berlangsung selama 10 menit itu di bubarkan secara paksa dan menangkap aktivis knpb pusat bertempat di depan gedung dewan new guinea raad atau depan gedung kesenian jayapura kota, 
polisi yang di pimpin langsung oleh alfred papare selaku kapolresta jayapura itu datang mendekati masa yang berdiri di depan gedung kesenian yang sudah ikat mulut dengan kain hitam dan menentangkan spanduk bertulisan “rakyat papua barat mendesak pemerintah indonesia segera bebaskan jurnalis asal prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bouratt tanpa syarat” spanduk dua bendera simbol knpb dan pamflet itu langsung di ambil oleh kapolresta sambil berkata-kata, kalian tidak punya surat ijin untuk melakukan aksi maka kalian harus kami tahan, setelah melakukan penangkapan polisi mengejar dan mencari yang di angkap masa aksi yang sedang berdiri-berdiri di sepanjang pertokoan lalu menagkap salah satu siswa yang berseragam SMA dan di naikan kedalam dalam 
Dalmas dan menyuruh untuk menghapus Gambar yang di ambil mengunakan handpon miliknya lalu menahan anak SMA tersebut, saat penangkapan pantauan crew knpb melihat di beberapa tempat seperti di taman imbi dan depan kantor imigrasi, polisi sudah menyiapkan mobil Tahanan, Brakuda, dan mobil Dalmas, lalu di sepanjang toko di tempatkan intelejen yang berpakaian preman organik maupun non organik.
 
Crew knpb pusat
Stracky yally

Kamis, 09 Oktober 2014

LSM minta wartawan Prancis dibebaskan

Menyusul penahanan dua wartawan Prancis di Papua, lembaga pegiat hak-hak jurnalis yang memonitor kebebasan media Reporters Without Borders mengecam penahanan Valentine Bourrat dan Thomas Dandois.
Penahanan itu menurut mereka mencoreng wajah Indonesia sebagai negara demokrasi modern.
Reporters Without Borders juga meminta agar masyarakat mengisi petisi yang menuntut pembebasan mereka.
Di Indonesia, kasus wartawan asing yang ditahan karena pelanggaran visa jarang terjadi karena selama ini wartawan yang melanggar ketentuan imigrasi umumnya dideportasi.
Wartawan asing yang meliput di Papua harus mendapat izin khusus karena kebijakan keamanan di papua yang merupakan wilayah otonomi khusus berbeda, seperti dijelaskan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan.
"Ya karena dengan adanya gerakan separatis itu, maka salah satu cara untuk berdamai supaya mengatasi konflik, maka diberilah kewenangan-kewenangan yang lebih," kata Djohermansyah.

Keamanan Papua

Kekhawatiran pemerintah terhadap keamanan di Papua diakui oleh pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti.
"Kekhawatiran utama memang dari segi persoalan politik yah, karena Indonesia khawatir bahwa kemudian persoalan Papua itu menjadi persoalan internasional seperti dalam kasus Timor-Timur yang lalu," ungkap Ikrar.
Pada 14 Agustus tahun ini, Valentine Bourrat dan Thomas Dandois ditahan di Papua karena dianggap melanggar peraturan keimigrasian.
Mereka datang ke Indonesia dengan visa kunjungan, tapi melakukan peliputan yang melanggar ketentuan imigrasi.
Hingga Rabu (08/10) malam, kasus Valentine dan Thomas belum dilimpahkan ke pengadilan.
Bila hingga tanggal 13 Oktober kasus mereka belum diproses di pengadilan, sesuai KUHP, mereka harus dibebaskan karena masa penahanan maksimal adalah 60 hari.

http://www.bbc.co.uk

Indonesia i spai long ol West Papua pipal ino nupla samting



Wanpla politikal ektivist itok despla kaen pasin ibin stat long ol yia 1960's.
Wanpla politikal ektivist blong West Papua hia long Australia itok emi no kirap nogut long ol toktok emi kamap olsem ol sumatin blong Indonesia isave mekim ol wok hait oa spai long ol t Papua pipal.

Ronnie Kareni, i mekim despla toktok bihaen long ABC lateline program  ibin tokaut olsem ol sumatin blong Indonesia iwok long kisim toktok na ol photo blong ol West Papua pipal na salim igo bek long gavman blong Indonesia.

Mr Kareni itok tu olsem, Indonesia iwok long mekim ol despla wok spai long wonem ol toktok na awenes long ol wari long wok politik long West Papua nau iwok long kamap strong.
Indonesia ibin kisim nating West Papua long long ol yia 1960's bihaenim wanpla vout we liklik laen tasol ibin stap insaet long en.
Stat long despla taem ikam inap nau planti pipal long west Papua iwok long fait long bruk lusim Indonesia long wonem oli tok oli pipal blong Melansia, wankaen olsem ol pipal blong New Caledonia, PNG, Fiji, Solomon Islands na Vanuatu.

http://www.radioaustralia.net.au/

Kamis, 02 Oktober 2014

10 Bahasa Ibu di Papua Terancam Punah

Add caption
Jayapura - Sedikitnya 10 bahasa ibu di Papua terancam punah akibat makin sedikitnya masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.
Demikian antara lain disampaikan Gubernur Papua, Lukas Enembe, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten III Sekda Papua, Rosdiana Upessy pada pembukaan lokakarya laporan akhir fase studi perencanaan strategis pendidikan dasar di pedesaan dan daerah terpencil di Tanah Papua di Jayapura, Rabu (1/10).

Dikatakan, dari hasil pemetaan yang dilakukan Summer Institute of Linguistic (SIL) International dan Yayasan Abdi Nusantara Papua terungkap di Tanah Papua terdapat 275 bahasa.
Bahasa itu, kata Gubernur Enembe, harus dilestarikan karena jika tidak maka dapat terancam punah.
"Bahkan dari hasil studi yang dilakukan Education Sector Analytical and Capacity Development Patnership (ACDP) terungkap anak-anak di Papua khususnya anak-anak di kelas awal (1,2, dan 3) lebih senang bila guru mengajar dengan menggunakan bahasa ibu karena lebih mudah dimengerti," katanya.

Gubernur Papua pada kesempatan itu juga mengakui, di Papua khususnya hingga kini masih mengalami kekurangan tenaga guru terutama guru di Sekolah Dasar (SD), sementara di satu sisi guru lebih banyak menumpuk di kota.

Padahal tanpa kehadiran guru di kelas, anak-anak tidak akan dapat membaca, menulis, dan berhitung dengan terampil sehingga pengiriman guru ke pedalaman tidak bisa ditunda lagi.

"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus memberikan perhatian khusus tentang kenaikan pangkat para guru dan perlunya dilakukan sistem mutasi-rotasi guru secara berkala, termasuk mutu layanan gaji dan tunjangan lainnya serta pemenuhan sembilan bahan pokok," kata Lukas Enembe.
Ia juga menambahkan dari data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terungkap dari 11.461 orang guru, baru 1.224 orang yang berkualifikasi sarjana (S1).

Lokakarya yang berlangsung sehari itu menghadirkan guru dan peneliti dari negara donor seperti Martijn van Driel berkebangsaan Belanda yang mengajar SD di Wamena.
Penulis: /EPR

Voices from Oceania to speak out on climate change

Press Release – Caritas Aotearoa

Voices from Oceania to speak out on climate change at launch of Pacific environment reportVoices from Oceania to speak out on climate change at launch of Pacific environment report
Rising sea levels, fragile food and water supplies, contamination of soil and increasingly severe weather patterns are just some of the effects of climate change described by Pacific Island peoples in a Caritas Aotearoa New Zealand report to be launched on Saturday in South Auckland.
The report, Small yet strong: Voices from Oceania on the environment, draws from interviews conducted by Caritas with people across Oceania at grass roots and coastal edge level on the environmental challenges they face. It explores what people are experiencing, how they are responding and what they want to happen.
Keynote speakers at the launch include Amelia Ma’afu, Programmes Coordinator and Climate Change Officer for Caritas Tonga, who will speak about effects of climate change in Tonga, as well as an innovative climate change adaptation programme in the country that combines traditional local knowledge with scientific observations.
A second keynote speaker, Tihikura Hohaia, will detail how the Parihaka community in Taranaki struggles to exercise its kaitiakitanga (environmental guardianship) to protect traditional food sources and waterways from resource management decisions. And a panel will include speakers from Solomon Islands, West Papua and Avondale in Auckland.
“This report gives a voice to those affected by environmental changes in Oceania, and looks at how people are responding to those challenges and what solutions are needed,” says Caritas Director Julianne Hickey.

Bergarbeiter blockierten riesige Mine in Indonesien

Jakarta (APA/AFP) - Nach einem Unfall mit vier Toten haben Bergarbeiter die Grasberg-Mine im indonesischen West-Papua blockiert. Rund 2.000 Demonstranten versammelten sich am Mittwoch vor dem Eingang zur Mine und verlangten von der Geschäftsführung, besser für ihre Sicherheit zu sorgen.

Am Samstag waren vier Bergarbeiter beim Zusammenstoß eines Riesen-Lkw mit einem Auto gestorben. Erst im Mai 2013 waren beim Einsturz eines Bergwerktunnels 28 Menschen in der Grasberg-Mine ums Leben gekommen. Grasberg ist die größte Mine Indonesiens. Es werden Steinkohle, Nickel und Zinn gefördert. Betreiber ist das US-Unternehmen Freeport McMoran. Mehr als 24.000 Bergleute arbeiten dort.

http://www.tt.com/